
RMco.id Rakyat Merdeka – Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merangkul Google untuk mengenalkan budaya dan sejarah Indonesia kepada masyarakat mendapat sorotan. Kementerian yang dikomandoi Nadiem Makarim itu diminta lebih transparan.
Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema mengatakan, Kemendikbud perlu menjelaskan mekanisme kerja sama dengan Google yang menghadirkan Google Arts Project. Terutama terkait transparansi anggaran yang dikucurkan bagi perusahaan asing dalam kerja sama tersebut.
“Kita tidak tahu mekanisme dan tendernya seperti apa? Tetapi, hal ini harus diperhatikan. Memang betul di masa Covid-19, kita butuh kolaborasi, gotong-royong, tetapi cara-caranya Kemendikbud itu harus tepat, jangan sampai anggaran negara ini dan anggaran pendidikan tersebar ke sana ke mari. Harus transparan dan akuntabel,” ujar Doni di Jakarta, Selasa (13/7).
Berita Terkait : Kemenhub Gandeng KCIC Gelar Pelatihan Kereta Cepat
Dia juga mempertanyakan apakah dana BOS diperbolehkan untuk pembelian platform berbayar. Selain itu, Doni menjelaskan platform kerja sama Kemendikbud dengan Google dan Netflix hanya bisa diakses siswa tertentu saja, meski disebut Kemendikbud gratis.
“Ketika saya coba masuk, karena Kementerian bilangnya gratis, tetapi rupanya hanya sebagian saja,” ujarnya.
Selain itu, dia menyoroti kedaulatan data yang perlu dijaga. Doni mengkhawatirkan Google menyaring basis data dari 50 juta anak Indonesia di tingkat dasar hingga menengah atas yang akan mengakses Google Arts and Culture dan Classroom Google.
Berita Terkait : Gandeng Google Cloud, BRI Bangun Layanan Digital UMKM
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Google melaksanakan program Google Arts Project yang dilakukan oleh Museum Nasional Indonesia.
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan program ini merupakan bentuk promosi karya seni adiluhung Indonesia ke tingkat dunia melalui situs online.
Melalui platform digital ini, masyarakat kini dapat mengakses berbagai museum nasional dari puluhan negara, tempat bersejarah, dan kini lebih dari 4.000 buah koleksi Wayang dari Museum Wayang Nasional, dengan menggunakan smartphone dimanapun mereka berada. [DIT]
Sumber: RMOL