Generasi yang memiliki karakter kuat berawal dari pendidikan dalam keluarga. Sayangnya, kekuatan multi media (cetak, elektronik dan digital), lebih memengaruhi pembentukan karakter anak. Perayaan Hari Keluarga Nasional ke-27 pada 29 Juni 2020 merupakan momentum untuk merevitalisasi peran keluarga bagi pembentukan karakter anak sebagai sumber daya manusia yang unggul.
Kekuatan multi media
Alat komunikasi, seperti smart phone dan gadget modern dengan fasilitas internet telah menjadi bagian dari keseharian anak-anak Indonesia. Banyak anak sekolah tidak bisa lepas dari handphonenya hanya untuk sekedar update status. Mungkin juga status yang diupdate tidak terlalu penting. Tapi anak butuh untuk eksis.
Eksistensi diri, yang terekspresikan melalui media sosial, dan berbagai layanan internet, memungkinkan siswa hadir seorang diri, tanpa kehadiran orang tua maupun pendidik. Padahal, kehadiran orang tua dan pendidik sangat diperlukan agar anak dapat memanfaatkan kehadiran multi media demi pembentukan karakter mereka. Tanpa pendampingan dari orang tua dan pendidik anak-anak mudah terjerumus dalam perangkap negatif media, seperti cyber bulying, pelecehan seksual, sampai kasus penculikan dan tindak kejahatan lain.
Beberapa kasus yang saya jumpai di sekolah selalu bermula dari absennya pendampingan yang utuh dari orang tua. Kurangnya perhatian dari orang tua seolah dapat digantikan dengan kehadiran handphone yang canggih dan laptop dengan koneksi internet. Saya juga menemukan bahwa kekecewaan terhadap perlakuan orang tua, kakak, adik, teman atau guru, dengan mudah mereka tuangkan dalam blog dan status di media sosial. Bahkan sering kali mereka juga menuliskan hal-hal yang tidak pantas, seperti kejelekan orang lain, mengolok-olok guru, teman dan orang tua sendiri. Tindakan demikian sangat memprihatinkan. Dominasi kekuatan dan kemudahan akses pada media membuat anak menjadi penyendiri (anti sosial), egois, penuntut, pemarah bahkan menjadi pengumpat.
Gejala ini menunjukan bahwa kehadiran orang tua dalam pendampingan terhadap pembentukan karakter anak kalah dengan kekuatan multi media yang telah merasuk dan menjadi bagian dalam hidup anak. Padahal, orang tua dapat berperan dalam membantu anak menyaring kekuatan multi media sehingga dapat digunakan demi pembentukan karakter mereka.
Peran orang tua
Pendidikan keluarga memiliki peranan yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter anak. Keluarga merupakan landasan utama bagi pendidikan karakter yang nantinya akan membentuk karakter anak di masa mendatang. Sikap saling menghormati, santun terhadap orang yang lebih tua, menghargai perbedaan, jujur, tanggungjawab dan berlaku adil bermula dari keteladanan dalam keluarga.
Orang tua dapat memberikan contoh bagi anak tentang cara berkomunikasi yang baik ketika mereka secara rutin menyapa dan mendengarkan cerita anak tentang pengalaman mereka di sekolah. orang tua pun bisa mengajarkan kejujuran serta tanggung jawab ketika mereka mendampingi anak agar menyelesaikan tugas-tugas sekolah secara mandiri dan tepat waktu.
orang tua memiliki peran penting dalam mengenalkan kehidupan seksualitas, terutama persoalan terkait dengan masalah pubertas, sehingga mereka memperoleh informasi yang benar. Selain itu, orang tua juga perlu memantau perkembangan prestasi akademik yang telah diraih anak dengan cara memotivasi dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak sekolah.
Sudah selayaknya orang tua menjadikan keluarga sebagai bagian yang terpenting dalam kehidupan mereka, terutama pada masa pandemi Covid-19. Dengan memberikan pendidikan asah – asih – asuh yang benar dan baik pada seluruh anak-anaknya, orang tua akan memberikan pola atau karakter yang baik pula. Orang tua, ayah dan ibu memberikan contoh melalui keteladanan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, misalnya membuat komitmen untuk berusaha makan bersama di malam hari, di mana seluruh anggota keluarga hadir. Di saat seperti inilah setiap anggota keluarga dapat menceritakan pengalaman mereka selama satu hari dari pagi hingga malam, baik itu pengalaman yang tidak menyenangkan atau pun pengalaman yang membahagiakan. Hal ini akan memperkaya wawasan setiap anggota keluarga dan saling menguatkan satu sama lain.
Anak akan bercermin dengan pola yang diterapkan oleh kedua orang tuanya sejak dini. Hal inilah yang akan mengakar kuat pada diri anak dan akan mereka bawa sampai jenjang kehidupan selanjutnya di masyarakat. Kekuatan asah – asih – asuh dalam keluarga perlu selalu diperbaharui seiring dengan perkembangan zaman juga sehingga dapat mengimbangi generasi anak remaja milenal zaman now.
Kepala BKKBN dalam siaran pers (26/6), juga menegaskan peranan keluarga di masa pandemi Covid-19 ini sangatlah penting. Hal ini ia utarakan dalam apel memperingati Hari Keluarga Nasional ke-27. Keluarga merupakan sekolah awal bagi siswa sebelum mereka memasuki gerbang pendidikan formal, sehingga keluarga harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang ada. Orang tua dapat mempraktikkan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan berkeluarga dan menjadi teladan bagi seluruh anggota keluarga.
Saat masa pandemi Covid-19 inilah, saat yang baik untuk seluruh keluarga mendapatkan waktu berlimpah untuk memperbaiki hal-hal yang belum atau tidak pernah dilakukan sebagai keluarga. Hal ini karena masih banyak orang tua yang bekerja dari rumah (work from home/WFH) sehingga memiliki waktu lebih banyak dan bisa mendampingi putra dan putrinya dalam melakukan aktivitas mereka baik dalam belajar dan juga kegiatan lain yang dapat dilakukan beresama-sama dengan anggota keluarga.
Kolaborasi sekolah
Orang tua pun perlu menjalin kerjasama yang baik dengan sekolah, karena sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Jangan sampai anak merasakan kehadiran orang tua hanya saat anak melakukan pelanggaran di sekolah atau hanya saat pengambilan rapor semester/kenaikan kelas. Di luar itu, anak tidak merasakan kehadiran orang tua. Tidaklah salah jika orang tua meluangkan waktu untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan anak-anaknya dengan berkomunikasi secara aktif dengan pihak sekolah.
Bagi anak-anak, sekolah adalah rumah kedua mereka. Mereka menghabiskan waktu kurang lebih 5 – 7 jam dalam sehari. Peran orang tua tergantikan oleh para pendidik di sekolah. Karena itu, guru juga memiliki tanggung jawab moral dalam rangka pembentukan karakter anak.
Sekolah perlu mengajarkan siswa tentang media literacy agar mereka dapat mempergunakan internet dengan baik, seperti penggunaan akses internet untuk mencari dan memperkaya materi pembelajaran. Sekolah pun perlu ikut serta dalam pendampingan masa pubertas dengan memberikan sex education sesuai dengan tingkat perkembangan siswa di setiap jenjang.
Generasi unggul
Generasi unggul merupakan generasi yang memiliki komptensi lebih baik dalam bidangnya masing-masing. Selain itu juga generasi unggul adalah mereka yang dapat memeroleh prestasi di bidangnya dan mempertahankan atau bahkan meningkatkan menjadi lebih baik lagi. Hal ini dapat dipersiapkan sejak dini yaitu sejak masa pra sekolah (PAUD), sekolah dasar dan menengah sampai pendidikan tinggi.
Generasi unggul ini juga tak luput dari peran keluarga terutama orang tua dalam mendidik, membimbing putra-putri mereka dari sejak dini. Sejak usia emas yaitu umur 1 – 3 tahun. Peran keluarga dalam membentuk generasi unggul sangat besar. Generasi unggul inilah yang nantinya merupakan salah satu bagian dalam tahapan menuju Indonesia maju. Indonesia yang mampu memajukan kesejahteraan rakyat melalui teknologi dan inovasi yang dihasilkan oleh para generasi unggul.
Dukungan Pemerintah
Membentuk generasi muda yang unggul dan berkarakter tidaklah cukup bila hanya mengandalkan peranan orang tua dan sekolah. Dukungan pemerintah sangat diperlukan. Ini penting karena para siswa inilah yang nantinya akan menjadi warga Negara yang baik.
Kita sudah memiliki Undang-Undang Informasi dan Teknologi untuk membatasi penyalahgunaan media. Para pelanggar UU ITE perlu mendapatkan hukuman yang berat. Selain itu, pemerintah sudah berupaya untuk membatasi penyebaran situs-situs porno dengan cara memblokir. Upaya preventif ini baik. Namun akan lebih baik bila ada program proaktif, dari pihak pemerintah, yang bekerja sama dengan orang tua dan sekolah dalam rangka pendidikan dan penyadaran media.
Departemen Komunikasi dan Informasi sudah berupaya untuk memblokir situs-situs porno setiap harinya. Upaya ini sudah cukup baik. Namun perlu kerja sama dari orang tua untuk selalu mengingatkan putra putrinya agar tidak membuka situs-situs porno. Sekolah berperan sebagai lembaga pendidikan juga dapat mengajak siswa untuk lebih selektif dan mengerti pemanfaatan media secara baik dan bijak untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
Keluarga merupakan fondasi utama pembentukan karakter anak. Fondasi ini semakin kuat bila ada kolaborasi yang baik dari sekolah dan pemerintah. Jika fondasi kuat, kekuatan multi media tidak perlu menjadi kekuatiran karena keluarga mampu mendampingi anak-anak agar dapat mempergunakan kekuatan media bagi kebaikan hidup mereka sehingga mereka menjadi generasi unggul.
Tidak boleh ada lagi generasi unggul dalam keluarga Indonesia yang dikalahkan kekuatan negatif multi media. Selamat Hari Keluarga Nasional ke-27.
Bernadette Evy Anggraeny Dhewi – Penulis adalah pendidik SMA Regina Pacis Jakarta.
Tulisan yg bernas dan mencerahkan, mbak Evy. Semoga kerjasama pihak sekolah dgn ortu di masa Pandemi ini bukan berporos pd saling menyalahkan, tp slg melengkapi, terutama dgn situasi SFH dan WFHi I perlu dibuat mekanisme penilaian pembelajaran siswa yg lebih partisipatoris, sifatnya bukan scoring tentu saja (walopun ini dirasa lbh mudah) tapi deskriptif-empatik. Soal mekanismenya bgmn bs diserahkan ke kreativitas msg2 sekolah utk mewujudkannya. Intinya tdk membebani ortu tapi membebaskan mereka utk menilai anaknya sndiri dgn jujur, meneguhkan, dan memberikan warisan kelak shg jgn sampai Pandemi ini dimaknai mereka (anak2) kelak sbg masa mati suri yg dibenci.
Terima kasih mas Hendar. Tuhan memberkati