Pemerintah diharapkan mampu menerapkan kebijakan yang menjamin akses pendidikan bagi anak yang melakukan pernikahan dini. Hal ini terkait upaya menangani dampak perkawinan pada usia anak yang masih kerap terjadi di Indonesia.

“Seharusnya hak pendidikannya (anak yang menikah dini) tidak berkurang,” kata Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Rita Pranawati kepada HARIAN NASIONAL, Rabu (13/3).

Data Badan Pusat Statistik hingga 2018, persentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun di Indonesia mencapai 11,2 persen. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak di dalam kandungan.

Rita menjelaskan, tidak sedikit anak yang menikah dini memutuskan berhenti sekolah karena malu. Selain itu, ada juga yang keluar karena pihak sekolah menganggap mereka melanggar aturan.

Menurut Rita, sekolah seharusnya tidak menerapkan kebijakan tersebut. Sekolah dan kepala dinas pendidikan daerah setempat harus memiliki perspektif perlindungan anak.

“Mereka harus melihat kondisi dan keinginan anak tersebut,” katanya.

Rita menilai, pengambilan keputusan dapat dilakukan melalui konseling.

Sejumlah upaya dapat ditempuh untuk menjamin pendidikan anak yang menikah dini agar tidak putus sekolah.

“Anak (yang menikah dini) tetap bisa melanjutkan pendidikan di sekolahnya. Selain itu, dia juga dapat memilih pindah di sekolah lain atau mengikuti kejar paket, sehingga belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.

Pengamat Pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema A menilai, pernikahan pada usia anak terkait dengan faktor budaya dan undang-undang. Dia menilai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mengintervensi langsung masalah tersebut. Permasalahan ini disebut di luar tugas pokok dan fungsi Kemendikbud.

Namun, Doni sepakat, anak-anak yang menikah dini tetap harus memperoleh akses pendidikan. Apalagi, jika mereka tetap ingin bersekolah.

Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi menegaskan, setiap anak punya hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Perlakuan khusus perlu diterapkan kepada anak-anak yang menikah dini.

“Supaya mereka sama-sama nyaman,” ujarnya.

Menurut Didik, kondisi nyaman harus dirasakan mereka yang sudah menikah dan siswa lainnya.

“Anak tersebut dapat mengikuti pendidikan nonformal. Hal terpenting keputusan sesuai kondisi anak.

Reportase : Alvin Tamba

Editor : Aria Triyudha

Sumber: Harian Nasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *