Jakarta, PendidikanKarakter.org Sekolah bisa menjadi ladang penyemai benih karakter luhur bila keseluruhan program dan kegiatan disinergikan dalam konteks penguatan pendidikan karakter, ujar Doni Koesoema A, dalam Bincang Sejiwa#3 dengan tema Upaya Sekolah Membangun Karakter Luhur.
Bincang Sejiwa#3 mengundang Dr. Uswadin, Kepala Sekolah Labschool Jakarta, untuk berbagi pengalaman dan praktik baik tentang bagaimana membangun karakter luhur melalui dunia pendidikan. Acara Bincang Sejiwa#3 ini dipandu oleh Andika Zakky dari Yayasan Sejiwa.
Dalam kisah berbagi, Dr. Uswaddin mengatakan bahwa Character Building menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan sebagaimana pernah disebutkan oleh Presiden Soekarno dengan istilah character national building. Ini adalah bagian penting dalam proses pendidikan. Ini harus ditumbuhkan di masyarakat dan dalam diri generasi muda,” ujar Uswaddin, pengembang Labschool UNJ, Jakarta.
Saat ini, melalui pengembangan Penguatan Pendidikan Karakter, satuan pendidikan diajak untuk menanamkan karakter luhur dalam diri peserta didik sebagai bekal bagi perjalanan masa depan mereka.
“Pendidikan formal lebih efektif membentuk karakter karena ada struktur dan sistem yang terprogram dan terencana dengan baik. Kalau sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter dengan baik, maka akan melahirkan masyarakat yang baik,” tegasnya.
Doni Koesoema A, menanggapi Uswaddin mengatakan bahwa keberhasilan dan kesuksesan pendidikan seseorang itu diukur dari sejauh mana ia memiliki cita-cita luhur akan menjadi individu seperti apa. “Sukses biasanya didefinisikan sebagai ketercapaian cita-cita yang diinginkan. Namun saat ini yang lebih penting adalah bagaimana individu itu belajar untuk melatih otonomi moral yang sangat penting dalam hidupnya. Otonomi moral adalah sebuah tindakan bermoral yang dilakukan bukan karena ada pengawasan, tapi karena memang tindakan dan perilaku itu diyakini bernilai dalam dirinya sendiri. Maka orang seperti ini akan melakukan perbuatan baik di manapun dan kapanpun meskipun tidak ada yang melihat,” ujar Doni.
Diena Haryana mengingatkan kita bahwa penambahan jumlah penduduk yang semakin banyak menuntut kita untuk memperhatikan kelestarian alam dan bumi demi kehidupan manusia itu sendiri.
“Kita membutuhkan orang-orang yang menjadi juru perdamaian dan mau merawat lingkungan hidup. Bagamaimana spirit ini dilakukan di sekolah-sekolah kita? Sekolah tertantang untuk membangun sebuah nilai-nilai perdamaian, respek terhadap perbedaan, peduli satu sama lain, berempati, bertanggungjawaban dan melakukan kolaborasi untuk merawat lingkungan hidup itu sendiri” ujar Diena.
Diena bercerita bahwa sekolah yang menjadi sekolah keren adalah bagaimana dunia digital ini dikendalikan dengan baik di sekolah. Anak-anak tidak diijinkan membawa gawai bila tidak ada projek sekolah. Ada kerjasama antara orang tua dan guru dalam mempergunakan gawai dalam konteks pendidikan.
Mereka patuh dengan kebijakan sekolah, yaitu no gawai. Kalau ada ortu mau berbicara dengan siswa ada resepsionis yang menerima mereka. Demikian juga dengan anak ketika ingin berbicara dengan orang tua. Kalau gawai tidak dikendalikan, kita dikendalikan gawai, sehingga membuat anak tidak luhur. Penyaki M, malas, dan penyakit MG (malas gerak). Mereka bisa abai terhadap lingkungan mereka. Ada parental control, literasi digital, keamanan anak dalam berperilaku dengan gawai.